Postingan

Persimpangan

Gambar
Suatu kala di bulan Juli yang sedang dingin-dinginnya, gadis bergaun putih selutut menyusuri jalan setapak yang sudah tiga tahun belakangan ini selalu ia lewati. Senyap, binatang malam memilih bisu menyaksikan gadis dengan mawar merah yang sedikit layu berjalan menuju tepian pantai. Ia pun berhenti setelah dirasanya cahaya bulan yang tak seberapa terang itu mampu menyentuh dasar lerung jiwanya. Tanpa basa-basi rumit, pada kelam berteman badai, ia menjerit dalam diam. Mengadu tentang amarah tak berlandas tentang percaya yang berbalas keraguan, tentang musabab yang tidak tahu di mana letaknya, tentang rasa yang dipaksa usai sebab kemungkinan-kemungkinan yang tidak nyata adanya! Enyahkan ujar-nya! Sungguh terbakar mawar milik Sang Gadis tatkala kata-kata itu mencuat dari seseorang yang juga berada pada jalan yang sama dengannya saat temaram lara malam  itu. Tidak masuk akal!  Teriaknya. Kepada semesta yang telah ikut campur perihal patahku, aku harus bagaimana? Menggantikan runtu...

Oktober Bulan Rindu

Gambar
Apa lagi? Aku, harus bagaimana lagi? Sudah aku pasung rasaku Aku kungkung kejam dalam diamku  Aku bekap dalam setiap tulisanku  Harus caci ke siapa? Aku, harus murka ke siapa? Siapa lagi? tahu yang lebih tahu aku selain hujan Bulan Oktoberku? yang menjadi saksi ikatan yang sekarang tak ada lagi Enyah! Rasa ini juga, mau apa lagi dia masih betah di aku? Hei ku beri tahu, tuan itu hantu Gentayangan di pikirku Ada pada gelap ruang rinduku Hingga bosanku ingin lenyapkan saja! Tapi sialnya, dia tetap saja hantu Sampai kapan! Tentang aku, rindu, dan waktu ini mengira-ngira? Memangnya aku ini apa? Peramal? yang selalu mati pada kenyataan-kenyataan yang bertolak sampai? Peramal apa pula yang seperti itu Kepada bulan rindu,  Semoga rintikmu selesaikan amarahku Sudahi jika memang harus selesai Kuatkan jika ternyata hampir capai Kepada Oktoberku, Berkali-kali aku akui, aku rindu. -R.an Picture source: https://pin.it/1ZBmxAo

7200 Detik

Gambar
Perkara sampai yang tak sampai-sampai Caci yang tak berujung  Tunggu yang belum juga lihai jadi termangu Aku, dan rapat-rapat yakinku, labuh di kamu Gelora rasa berteriak Ingin menepi! Akhirnya, Pada detak kala itu Kamu, adalah 7200 detik bahagia milikku Pada dua jam nada-nada bisik suaramu Tawa yang lama tiada bertamu Syukurku, kepada cakap yang bertemu Aliran lavaku deras mengalir Sampaikah pada hulu danaumu? Adakah? Kamu, 7200 detik sesaatku yang inginku jadi selamaku Usai yang ingin aku depak jauh Belum, aku belum pada pemberhentian itu Masih berlimpah titik-titik kisah kita di dinding percayaku Melanglang buana lah Karena kita, Masih ada Kepada kamu yang menjadi sebab bait-bait puisiku tak berkoma Aku, masih di sana Kamu, masih di sini Bilamana takdirku kamu Takdirmu aku Kita akan seiring, lagi Genggam bersama lagi Pada tengah-tengah kawah rindu Pada detik tak berujung  Pada detak yang saling bertaut Pada kita, tresna 7200 detikku, Biar saja rasa ini mengembara Yakinku La...

Kota Ragu

Gambar
Pilar-pilar gedung putihku tak juga runtuh Mereka menjelma asing silih berganti ingin mengisi yang belum penuh Di pinggiran jalan pertokoan tak utuh Lalu-lalang yang mencoba bercakap meski kesudahannya pilu Aku, dan penjaga kota ramai-heningku Masih bersedekap bertanya perihal ragu Manusia pemilik ‘hadir’ berkunjung bersama mawar-merah di balik jaket biru Aku, tak pernah halnya menutup pintu Diksi ini apa memaksaku untuk berbicara perihal kamu? Yang bahkan hingar-bingarnya belum menyentuh Kota Raguku? Aku, dan dinding-dinding pencakar langit itu Berjuang menggapai sirus tapi takut jatuh Kota ini bukan tentang mencari arsitek termasyhur Atau pencipta debar-degup lampu lintas ter-merdu Pondasiku tak berburu jendela ungu atau abu Peristirahatan kota butuh tamu yang mampu berbagi alunan hangat,  lalu pecahkan beranda luruh Kotaku, lama tak berpenghuni Intonasi remang-remang hilir-mudik kendaraan berkarya rindu Aku, masih bersembu...

Jeda

Gambar
"It’s okay to be not okay." Surely, i believe you listen this magic words for the umpteenth time. The truth is this always work on me, how about you? Pernah merasa kosong dan menjadi kosong? Wajarnya, ketika apa-apa yang dirasa sudah terlalu penuh ingin segera dikosongkan kembali, entah mengapa rasanya penuh namun tak berarti. Bangun di pagi hari yang harusnya dipenuhi warna-warni pelangi untuk segera dilalui, malah hening dihantam petir yang nyatanya cerah meski sedikit berawan dan sunyi, semua orang pada kemana si? Kemudian, langkah tiba dan menelusuri sebuah tempat yang terasa kosong, tidak berpenghuni, hanya debu yang memilih berpindah dari satu sudut ke sudut lainnya. Berdiam diri kemudian menghela napas bergegas keluar dan malah mendapati banyak orang yang saling bercengkrama kesana-kemari.  Sebuah jiwa bernurani mengatakan bahwa tidak masalah dengan sengaja mengosongkan gelas kaca yang semula terisi namun ternyata sudah keruh, saking runyamnya ...

Terbit Rela

Gambar
Sekejap mata, bertukar sapa dengan torehan tinta dan nyata meski, setitik embun saja belum usai singgah kamu dan ceritamu tetap menjadi indah Teruntuk yang mengisahkan pelataran aman, nyaman teruntuk pencipta kisah lautan yang belum pernah ku selami sebelumnya teruntuk, yang hadir lalu rela kutitipkan teruntuk, kamu, akankah ada kita di waktu mendatang? Malamku sempat kehilangan kata, rembulan yang begitu terburu-buru hadir di setiap sudut kota Aku tanpa harapanku menjelma kamu di hadapanku Aku tanpa ingin kisah menjelma kamu penuh arah Sekarang, aku tanpa kamu bebas menantikan temu Besok, atau kemudian hari kamu, tetaplah luas biarlah aku dan kamu entah menjadi apa di persinggungan yang ke sebelas? dua belas? Hingga di penghujung jalan mari bertukar pelik dan peluk Kamu, suka, duka, cita aku, rumah, kita Terima kasih untuk lara sebab ke sekian kalinya aku kembali terlatih dan rela Melepas tanpa menghapus merelakan tanpa mengharap menjadi kuat m...

Camelia

Gambar
Lagi-lagi, ini berbicara tentang setangkai Camelia dengan keraguannya yang terus berulang. Sudah dihempas, disingkirkannya ke sabana di bagian terluar pulau singgasana, masih pula kembali, sebut saja badai. Hai, aku Camelia, dengan beragam kelopak aku mampu berdiri tegak. Aku kuat, sekuat tebing kapur yang hanya terkikis saja ketika diterpa angin malam. Jangan dengarkan dia yang berusaha menceritakan kisahku, biarkan aku langsung menjadi penutur ceritaku sendiri. Aku tangguh, setangguh pantai yang terus ada meski diterjang ombak tanpa jeda. Ku biarkan laut menatapku iri karena selalu menjadi tujuan akhir sang gelombang, dasar! Dia tidak tahu saja bagaimana rasanya seakan-akan menjadi peristirahatan padahal hanya sekadar persinggahan. Aku berani, tak ku halangi setiap serangga yang menghampiri. Entah hanya menoleh, menyapa, berusaha memangkas jarak hingga berhasil menghilangkannya.  Sialnya, lagi-lagi ini hanya tuturan Si Camelia. Bunga yang tumbuh tepat di belakang rum...