Persimpangan
Suatu kala di bulan Juli yang sedang dingin-dinginnya, gadis bergaun putih selutut menyusuri jalan setapak yang sudah tiga tahun belakangan ini selalu ia lewati. Senyap, binatang malam memilih bisu menyaksikan gadis dengan mawar merah yang sedikit layu berjalan menuju tepian pantai. Ia pun berhenti setelah dirasanya cahaya bulan yang tak seberapa terang itu mampu menyentuh dasar lerung jiwanya. Tanpa basa-basi rumit, pada kelam berteman badai, ia menjerit dalam diam. Mengadu tentang amarah tak berlandas tentang percaya yang berbalas keraguan, tentang musabab yang tidak tahu di mana letaknya, tentang rasa yang dipaksa usai sebab kemungkinan-kemungkinan yang tidak nyata adanya! Enyahkan ujar-nya! Sungguh terbakar mawar milik Sang Gadis tatkala kata-kata itu mencuat dari seseorang yang juga berada pada jalan yang sama dengannya saat temaram lara malam itu. Tidak masuk akal! Teriaknya. Kepada semesta yang telah ikut campur perihal patahku, aku harus bagaimana? Menggantikan runtu...