Jeda



"It’s okay to be not okay."
Surely, i believe you listen this magic words for the umpteenth time. The truth is this always work on me, how about you?

Pernah merasa kosong dan menjadi kosong?
Wajarnya, ketika apa-apa yang dirasa sudah terlalu penuh ingin segera dikosongkan kembali, entah mengapa rasanya penuh namun tak berarti. Bangun di pagi hari yang harusnya dipenuhi warna-warni pelangi untuk segera dilalui, malah hening dihantam petir yang nyatanya cerah meski sedikit berawan dan sunyi, semua orang pada kemana si?

Kemudian, langkah tiba dan menelusuri sebuah tempat yang terasa kosong, tidak berpenghuni, hanya debu yang memilih berpindah dari satu sudut ke sudut lainnya. Berdiam diri kemudian menghela napas bergegas keluar dan malah mendapati banyak orang yang saling bercengkrama kesana-kemari. 

Sebuah jiwa bernurani mengatakan bahwa tidak masalah dengan sengaja mengosongkan gelas kaca yang semula terisi namun ternyata sudah keruh, saking runyamnya perjalanan yang baru saja dilewati. Beristirahat sejenak membiarkan udara mengisi dan menjajaki setiap bagian dalam gelas yang sudah kosong tidak buruk kiranya. 

Bagaimana dengan berada di titik lelah namun tidak menemui sebabnya?
Berusaha sekeras mungkin mencari jalan keluar, tidak tenang katanya jika terus-terusan begini. Setelah berlari dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana jika beristirahat setelahnya? Angin merayumu untuk duduk dulu sembari mengeringkan keringat, luruskan kaki, minum air dari botol kesayangan dan bolehlah kiranya arahkan pandangan ke sekeliling, mana tahu ada hamparan Bukit Barisan yang menyejukkan pikiran. Nikmati lelahnya, terburu-buru bangkit kembali kadang membuat kita tidak menyadari bahwa kucing dan semut ternyata sedang menari di depan sana, di bawah pohon rindang di tengah-tengah rerumputan sabana.

Di lain sisi, seseorang pernah berada di seberang sana, tidak mau buang waktu, semua harus efektif dan efisien, secepat mungkin harus lari lagi, setidaknya berjalan cepat untuk menemui solusi. Baik memang, tapi ternyata dia makin kelelahan, mengadu pada saya perihal nyatanya tidak menemukan apa-apa. Kemudian saya hanya bisa ucapkan mantra yang pernah saya dengar dari seseorang lainnya.

“Sabar, tidak semua pertanyaan-pertanyaanmu harus dijawab sekarang juga.”

Tapi kehidupan memang semahir itu menerjang dengan telak tiap teori yang terkadang hanya sebatas teori, ketika dipraktekkan malah remedial. Eh tapi lebih baik bukan? Berarti ada yang salah dan harus dicoba lagi. Lihai karena biasa, terbentuk karena terbentur, menjadi kuat karena terus-menerus patah dan jatuh. Is it right?

Lalu, bagaimana dengan menjadi penikmat kesedihan diri sendiri?
Hidup selalu punya cara menyajikan obat kesedihan. Feeling the sadness isn’t must with sadness too huh? How about happiness? Menurut saya, menjadi adil menghadapi antara kesedihan dan menjalani kehidupan adalah penting, seimbang. Hidup tidak berhenti ketika kekacauan menghampiri, bumi, mars, jupiter dan planet lain akan terus berputar, kehidupan tidak sebaik itu dengan murah hati ikut membujukmu untuk tidak menangis kemudian memapahmu untuk menjauhi kekecewaan-kekecewaan lainnya.

Hidup masih dan akan terus berlanjut, let the sadness flew with the water in your life river. Di sungai masih ada ikan, bebatuan berwarna hingga ranting dan hewan indah lainnya. Menimpali kesedihan yang ada dengan kebahagiaan terdengar baik bukan? Tidak usah memasang ekspetasi lebih bahwa kesedihan akan hilang, biarkan saja mengalun secara natural, setidaknya kamu masih berhak dan bisa bahagia. Setiap luka punya waktunya masing-masing untuk pulih, biarkan sel-selnya bekerja dan menutupnya menjadi seperti sedia kala.

Menjadi hanya fokus dengan kehidupan dan melupakan emosi-emosi yang ada di dalam diri pun terdengar sangat memprihatinkan. Sebegitu dirimu tidak penting kah? Dianggap apa tubuh yang menopang jiwamu hingga beberapa tahun ke depan ini? Let urself down, up, down even more down again. Membiarkan raga bersedih hingga tersungkur ke jurang penuh tanda tanya, bahagia hingga terbang bertemu lapisan eksosfer milik atmosfer, kemudian retak, pecah. Menjadikan mereka berjalan beriringan terdengar menarik bukan? 

“Semua yang berlebihan tidak baik nyatanya. Kebahagiaan dan kesedihan sudah sepaket dengan kehidupan. Memang sepatutnya dinikmati sembari terus menemukan titik-titik dengan pemandangan yang menentramkan mata juga hati, kemudian berdiri dan tak lupa untuk terus berbagi dan menjadi berarti, setidaknya untuk diri sendiri.”

Beri jeda, inhale then exhale, feel the air, feel the oxygen slowly. Faktanya kita tetap harus bernapas dan beraktivitas laiknya hari-hari kemarin. Yah memang seharusnya begitu,  tidak masalah untuk membubuhkan tanda koma di kalimat-kalimat dalam cerita hidupmu. Percayalah akan selalu ada bahagia yang Tuhan titipkan untuk menghampirimu atau dihampiri olehmu setiap harinya.

-R.an-
 Picture Source : https://pin.it/ohupf2ekp44nbe

Komentar

  1. Keren sekali kamu nin. Proud of u nin💙

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai siapapun kamu, terimakasih banyak sudah menjadi support system😊

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Camelia

Terbit Rela